Wacana Adalah - Pak Dosen
Memang cukup menarik bila kita membahas mengenai Wacana Adalah terlebih untuk Anda yang saat ini memang sedang mencarinya. Seperti yang tertulis pada judul kita akan membahas tentang "Wacana Adalah" secara lengkap, mulai dari awal hingga akhir dan kami menyusunnya sedemikian rupa supaya para pembaca dapat dengan mudah memahaminya. Baiklah yuk langsung disimak saja.
Uraian Lengkap Wacana Adalah
Selamat datang di Dosen.co.id, web digital berbagi ilmu pengetahuan. Kali ini PakDosen akan membahas tentang Wacana? Mungkin anda pernah mendengar kata Wacana? Disini PakDosen membahas secara rinci tentang pengertian, pengertian menurut para ahli, macam, ciri, fungsi, struktur, unsur, syarat dan contoh. Simak Penjelasan berikut secara seksama, jangan sampai ketinggalan.
Pengertian Wacana
Wacana ialah rentetan kalimat yang saling berangkaian dan berinteraksi hipotesis yang satu dengan lain dalam kepaduan arti antar bagian di dalam diri bahasa. Pengertian lain dari wacana ialah satuan bahasa sempurna dan komplet karena masing-masing bagian dalam wacana tersebut berinteraksi secara selaras.
Pengertian Wacana Menurut Para Ahli
Berikut ini terdapat beberapa pendapat dari para ahli mengenai wacana, yakni sebagai berikut:
1. Menurut James Deese
Menurut pendapat dari James Deese, wacana ialah selengkap hipotesis yang saling berinteraksi untuk memperoleh suatu rasa integritas ataupun rasa keterikatan untuk pendengar ataupun pembaca.
2. Menurut Fatimah Djajasudarma
Menurut pendapat dari Fatimah Djajasudarma, wacana ialah rangkaian kalimat yang berinteraksi, mengaitkan hipotesis yang satu dengan hipotesis yang lain, menciptakan satu kepaduan, hipotesis sebagai isi rancangan yang masih fisis yang akan membuat deklarasi dalam bentuk wacana.
3. Menurut Harimurti Kridalaksana
Menurut pendapat dari Harimurti Kridalaksana, wacana ialah satuan bahasa komplet dan sebagai satuan gramatikal yang terbesar dalam tahapan gramatikal.
4. Menurut I.G.N. Oka dan Suparno
Menurut pendapat dari I.G.N. Oka dan Suparno, wacana ialah satuan bahasa yang menuntun nasihat yang komplet.
5. Menurut Hasan Alwi dkk
Menurut pendapat dari Hasan Alwi dkk, wacana ialah rangkaian kalimat yang berinteraksi sehingga terciptalah arti yang selaras diantara kalimat tersebut.
Macam Macam Wacana
Berikut ini terdapat beberapa macam macam dari wacana, yakni sebagai berikut:
-
Narasi
Ialah sebuah kisah yang bisa diprinsipkan pada susunan suatu insiden ataupun perkara.
-
Eksposisi
Ialah karya tulis yang menguraikan karya tulisnya dengan secara detail sesuatu dengan tujuan supaya bisa menyampaikan sebuah informasi dan bisa mengembangkan ilmu dan pengetahuan bagi setiap penyimak ataupun pembacanya.
-
Argumentasi
Ialah karya tulis mengandung pendapat, perilaku dan evaluasi pada keadaan yang disertakan dengan keterangan, argumen dan deklarasi yang bisa diterima secara sistematis.
-
Deskripsi
Ialah karya tulis yang bisa memvisualkan sesuatu ataupun materi menurut hasil dari observasi, opini dan pengetahuan dari penulis.
Ciri-Ciri Wacana
Secara umum ciri-ciri wacana adalah sebagai berikut:
- Satuan gramatikal
- Satuan terbesar, tertinggi, atau terlengkap
- Untaian kalimat-kalimat
- Memiliki hubungan proposisi
- Memiliki hubungan kontinuitas, berkesinambungan
- Memiliki hubungan koherensi
- Memiliki hubungan kohesi
- Rekaman kebahasaan utuh dari peristiwa komunikasi
- Bisa transaksional juga interaksional
- Medium bisa lisan maupun tulis
- Sesuai dengan konteks
Fungsi Wacana
Berikut ini adalah beberapa fungsi dari wacana yaitu:
- Wacana ekspresif, apabila wacana itu bersumber pada gagasan penutur atau penulis sebagai sarana ekspresi, seperti wacana pidato.
- Wacana fatis, apabila wacana itu bersumber pada saluran untuk memperlancar komunikasi, seperti wacana perkenalan pada pesta.
- Wacana informasional, apabila wacana itu bersumber pada pesan atau informasi, seperti wacana berita dalam media massa.
- Wacana estetik, apabila wacana itu bersumber pada pesan dengan tekanan keindahan pesan, seperti wacana puisi dan lagu.
- Wacana direktif, apabila wacana itu diarahkan pada tindakan atau reaksi dari mitra tutur atau pembaca, seperti wacana khotbah.
Struktur Wacana
Struktur wacana yang dimaksud ada tiga, yaitu awal/abstrak, tengah/orientasi, dan akhir/koda, berikut penjelasannya:
1. Awal
Pada bagian awal/abstrak dalam struktur wacana merupakan bagian pembukaan yang berisi tentang sapaan dan pemaparan. Dalam struktur wacana muncul adanya sapaan dari pembawa acara kepada penonton sebagai penanda dibukanya sebuah acara dan dilanjutkan dengan pemaparan tema yang akan dibicarakan.
(a) D : ”Hai… Assalamu’alaikum Wr. Wb.”
P : ”Wa’alaikumsalam Wr. Wb.”
D : ….”Kalau puasa bawaannya makanan aja Bu…Apa kabar, Bu?”
P : ”Baek-baek.” (serempak)
Dari data di atas dapat diketahui bahwa pada bagian awal diawali munculnya presenter yang bersamaan dengan penggunaan sapaan untuk membuka acara.
2. Tengah
Pada bagian tengah wacana muncul adanya pertukaran dan transaksi. Pertukaran berupa prakarsa dalam bentuk pengantar yang menuju ke sebuah pertanyaan, jawaban dari sebuah pertanyaan, dan umpan balik berdasarkan jawaban yang berupa pertanyaan. Transaksi dimulai dengan penutur menerangkan suatu hal pada mitra tutur, penutur mengarahkan mitra tutur untuk fokus dalam pembicaraan, dan penutur memancing mitra tutur untuk memberikan tanggapan mengenai apa yang dibicarakan.
(a) D: “Teman saya yang satu ini, kalau secara fisik kita memang tidak boleh menghina orang. Dia tidak pernah tahu dan tidak pernah meminta. Dia mempunyai fisik yang kecil tapi dengan fisik yang seperti itu dia mampu membesarkan anak-anaknya dan juga istrinya dan juga keluarganya. Dia berjuang dari daerah menuju Jakarta dengan penuh perjuangan dan akhirnya sukses.”
Dari data di atas dapat diketahui bahwa pada bagian tengah wacana diawali dengan sebuah prakarsa sebagai pengantar menuju kepada pembicaraan sesuai tema yang dibawakan.
Data no (a) ditandai dengan mendeskripsikan bintang tamu yang akan hadir sebagai narasumber.
3. Akhir
Pada bagian akhir wacana merupakan bagian penutup wacana. Akhir wacana ditandai dengan pembawa acara yang mulai menutup acara. Pembawa acara menutup dengan memaparkan sebuah kesimpulan dari tema yang sudah dibicarakan. Selanjutnya, diakhiri dengan salam penutup dari pembawa acara kepada bintang tamu dan penonton.
(a) D : Nang, Nang prestasi terus dan jangan putus asa. Bunda tetap mendoakan. Amin.“…”
“Penonton yang ada di studio dan yang ada di rumah, terima kasih atas perhatiannya.”
Unsur-Unsur Wacana
Berikut ini adalah beberapa unsur-unsur wacana yaitu:
1. Unsur Internal
Unsur internal wacana terdiri atas topik dan kalimat. Satuan bahasa yang digunakan untuk menyatakan topik adalah kalimat.
-
Topik, Tema, Judul
Topik, tema, dan judul erat kaitannya. Topik merupakan pokok persoalan yang disampaikan. Topik adalah pokok gagasan yang dikembangkan menjadi sebuah wacana. Dalam sebuah wacana hanya ada sebuah topik. Ganti topik berarti ganti wacana. Untuk membentuk sebuah wacana, topik dikembangkan dengan sebuah kalimat atau lebih. Tema merupakan amanat utama yang ingin disampaikan oleh pembicara dalam wacana sebagai rumusan dari topik dan menjadi dasar untuk mencapai tujuan. Tema lebih sempit dan abstrak daripada topik. Tema merupkan topik yang dibatasi.
Misalnya, topiknya ialah “Bahaya Narkoba”, sedangkan temanya ialah “Cara Menanggulangi Bahaya Narkoba”. Judul atau titel merupakan etiket, label, merek, atau nama yang dikenakan pada sebuah wacana. Judul berguna untuk menarik kepenasaran pesapa terhadap persoalan yang dibicarakan. Judul merupakan slogan yang menuangkan topik dalam bentuk yang lebih menarik. Karena itu, judul harus sesuai dan dapat mewakili keseluruhan isi wacana, jelas, dan singkat. Judul dapat dibuat sebelum maupun sesudah wacana selesai. Judul dapat juga bersifat simbolis. Judul besar sekali manfaatnya. Wacana yang sama segala-galanya, jika diberi judul berbeda, akan dibayangkan atau ditafsirkan berbeda pula.
Misalnya:
Di Stasiun Kareta Api
Entah berapa lama, neng Santi menanti-nanti di sana. Tapi, belum juga datang. Selama duduk, mukanya cemberut, tanda marah. Sebentar-sebentar melihat ke arah timur. Sementara yang dinantikannya belum juga datang. Neng Santi kesal, mau marah tak bisa. Kemudian ia berdiri, karena pantatnya terasa kaku. Akhirnya, ia berdiri, berjalan-jalan ke sana ke mari sambil menggerutu.
Wacana tersebut menjelaskan bahwa seorang sedang menanti kareta api di stasiun. Tentu saja kita tidak akan membayangkan hal lain, tetapi akan tertuju kepada kekesalan Santi karena dia menanti kereta api yang tidak kunjung tiba. Wacana itu akan ditafsirkan berbeda apabila diberi judul yang lain. Bandingkan wacana di atas dengan wacana berikut.
Malam Minggu
Entah berapa lama, neng Santi menanti-nanti di sana. Tapi, belum juga datang. Selama duduk, mukanya cemberut, tanda marah. Sebentar-sebentar melihat ke arah timur. Sementara yang dinantikannya belum juga datang. Neng Santi kesal, mau marah tak bisa. Kemudian ia berdiri, karena pantatnya terasa kaku. Akhirnya, ia berdiri, berjalan-jalan ke sana ke mari sambil menggerutu.
Dengan judul yang berbeda, wacana pertama berubah menjadi wacana kedua yang isinya menjelaskan bahwa Santi sedang menantikan pacarnya yang tidak kunjung tiba. Disini membuktikan bahwa judul wacana dapat memberikan imajinasi yang berbeda pula terhadap isi wacana.
-
Kalimat
Kalimat termasuk unit dalam wacana. Untuk memproduksi sebuah wacana, sekurang-kurangnya digunakan satu kalimat. Hal ini dapat dipahami karena wacana secara konkret merujuk pada realitas penggunaan bahasa yang disebut teks. Teks sebagai perwujudan konkret wacana terbentuk dari untaian kalimat-kalimat. Sebuah kalimat diakhiri dengan intonasi final. Kalimat sering diandaikan seperti sebuah bangunan yang terdiri atas beberapa ruang. Padahal, bisa saja sebuah kalimat hanya terdiri atas satu kata. Namun, kalimat satu kata itu harus merupakan pengungkapan atau tuturan pendek yang memiliki esensi sebagai kalimat (satu ruang itu harus dianggap sebuah rumah). Kalimat pendek seperti itu sering terdapat pada dialog atau percakapan karena pada tempat dan situasi tertentu orang cenderung bertanya jawab dengan kalimat pendek, bahkan mungkin tidak berbentuk kalimat.
2. Unsur Eksternal
Unsur eksternal (unsur luar) wacana adalah sesuatu yang menjadi bagian wacana, namun tidak nampak eksplisit. Sesuatu itu berada di luar satuan lingual wacana. Kehadirannya berfungsi sebagai pelengkap keutuhan wacana. Unsur-unsur eksternal ini terdiri atas konteks, implikatur, presuposisi, referensi, dan inferensi. Analisis dan pemahaman terhadap unsur-unsur tersebut dapat membantu pemahaman tentang suatu wacana.
1. Konteks
Konteks berarti yang berkenaan dengan teks, yakni benda-benda atau hal-hal yang ikut bersama teks dan menjadi kesatuan. Menurut Brown dan Yull (1983), konteks adalah lingkungan atau keadaan tempat bahasa digunakan. Dapat pula dikatakan bahwa konteks adalah lingkungan teks. Konteks wacana adalah aspek-aspek internal wacana dan segala sesuatu yang secara eksternal melingkupi sebuah wacana (Sumarlam, 2003 : 47). Konteks wacana secara garis besar dapat dibedakan menjadi dua kelompok, yaitu konteks verbal dan konteks nonverbal.
- Konteks verbal
Konteks verbal yaitu hubungan dengan satuan bahasa yang melingkupinya contoh: kalimat-kalimat dalam percakapan.
- Konteks nonverbal
Konteks nonverbal yaitu hubungan yang berkaian dengan hal-hal di luar bahasa. Konteks nonverbal meliputi situasi sosial,dan budaya. Pemahaman konteks situasi dan budaya dalam wacana dapat dilakukan dengan berbagai prinsip penafsiran dan analogi. Prinsip-prinsip tersebut yaitu: prinsip penafsiran personal, prinsip penafsiran lokasional, prinsip penafsiran temporal, dan prinsip analogi (Sumarlam, 2005 : 47-54). Prinsip penafsiran personal berkaitan dengan siapa sesuangguhnya yang menjadi partisipan di dalam suatu wacana. Dalam hal ini, siapa penutur dan siapa mitra tutur sangat menentukan makna sebuah tuturan. Prinsip penafsiran lokasional berkenaan dengan penafsiran tempat atau lokasi terjadinya suatu situasi (keadaan, peristiwa, dan proses) dalam rangka memahami wacana. Penafsiran temporal berkaitan dengan pemahaman mengenai waktu. Berdasarkan konteksnya kita dapat menafsirkan kapan atau berapa lama waktu terjadinya suatu situasi (peristiwa, keadaan, proses).
Prinsip analogi digunakan sebagai dasar, baik oleh penutur maupun mitra tutur, untuk memahami makna dan mengidentifikasi maksud dari (bagian atau keseluruhan) sebuah wacana. Interensi adalah proses yang harus dilakukan oleh komunikan (pembaca/pendengar/mitra tutur) untuk memahami makna yang secara harfiah tidak terdapat dalam wacana yang diungkapkan oleh komunikator (pembicara/penulis/penutur). Konteks wacana yang mendukung pemaknaan ujaran, tuturan, atau wacana adalah situasi kewacanaan. Situasi kewacanaan berkaitan erat dengan tindak tutur. Sejalan dengan pandangan Dell Hymes (1972) yang menyebut komponen tutur dengan singkatan SPEAKING.
S = setting and scene (latar dan suasana tutur)
P = participants (peserta)
E = ends (hasil)
A = act sequence (pokok tuturan)
K = key (nada tutur)
I = instrumentalities (sarana)
N = norms (norma)
G = genres (jenis)
Settings dipakai untuk menunjuk kepada aspek tempat dan waktu terjadinya tuturan, sedangkan scene mengacu pada situasi tempat dan waktu, atau situasi psikologis pembicaraan. Participants adalah orang yang terlibat dalam tuturan, bisa pembicara dan pendengar, penyapa dan pesapa, atau pengirim dan penerima. Ends merujuk pada maksud dan tujuan tuturan. Act sequence mengacu pada bentuk ujaran dan isi ujaran. Key mengacu pada nada, cara, dan semangat di mana suatu pesan disampaikan.
Instrumentalities mengacu pada jalur bahasa yang digunakan seperti jalur lisan dan tulis. Instrumentalities ini juga mengacu pada kode ujaran yang digunakan seperti bahasa, dialek ragam, atau register. Norm mengacu pada norma atau aturan dalam berinteraksi. Genre mengacu pada jenis bentuk penyampaian, seperti narasi, puisi, doa dan sebagainya. Keseluruhan komponen serta peranan komponen-komponen tutur yang dikemukakan oleh Hymes dalam sebuah peristiwa berbahasa itulah yang disebut dengan peristiwa tutur (speech event). Dalam bahasa Indonesia pun komponen tutur yang merupakan konteks kewacanaan dapat disingkat dengan WICARA yang fonem awalnya mengacu kepada.
W = waktu, tempat, dan suasana
I = instrumen yang digunakan
C = cara dan etika tutur
A = alur ujaran dan pelibat tutur
R = rasa, nada, dan ragam bahasa
A = amanat dan tujuan tutur
Keenam komponen dalam konteks kewacaan tersebut masing-masing akan dipaparkan berikut ini.
1. Waktu, Tempat, dan Suasana
Waktu berlangsungnya komunikasi bisa siang, malam, pagi-pagi, sore hari, dsb. Pilihan kata yang digunakan untuk masing-masing waktu tersebut tentu tidak sama. Suasana penggunaan ujaran akan menentukan jenis bahasanya. Bahasa dalam suasana resmi (formal) akan berbeda dengan bahasa dalam suasana tidak resmi (informal). Tempat berlangsungnya ujaran bisa di rumah, di jalan, di sawah, di kantor, di pasar, dsb. Karena tempatnya berbeda-beda, tentu saja bahasa yang digunakannnya pun mempunyai variasi yang berbeda. Ekspresi bahasa sangat dipengaruhi oleh latar belakang tempat, waktu, dan suasana pemakainya. Di mana, kapan, dan bagaimana cara digunakannya.
2. Instrumen yang digunakan
Bahasa yang digunakan dalam komunikasi dapat berupa medium lisan maupun medium tulisan. Meskipun begitu, untuk mengekspresikan isi hati digunakan pula sarana komunikasi nonverbal (isyarat, kenesik). Alat yang digunakan dalam komunikasi bahasa akan menetukan jenis dan wujud bahasanya. Pemakaian alat bantu dalam berbahasa bergantung pula pada tempat, waktu, dan suasananya. Alat bantu komunikasi bahasa itu, antara lain, radio, TV, pengeras suara, OHV, koran, majalah, telepon,dan surat.
3. Etika dan Cara Tutur
Cara dan etika tutur (norm) mengacu pada perilaku peserta tutur. Misalnya, diskusi yang cenderung dua arah, setiap peserta memberikan tanggapan. Berbeda dengan kuliah atau ceramah yang cenderung satu arah, ada norma diskusi dan norma ceramah. Berbeda pula dengan khotbah.
4. Alur Ujaran dan Pelibat Tutur
Alur ujaran merupakan wujud bahasa yang digunakan sewaktu berkomunikasi berkaitan dengan strktur bahasa, seperti bunyi, urutan, dan konstruksi. Pelibat tutur menyangkut penyapa (pembicara/penulis) dan pesapa (penyimak/pembaca). Berlangsungnya komunikasi bahasa antara penyapa dan pesapa berpusat kepada objek yang dibicarakan.
5. Rasa, Nada
Rasa (feeling) merupakan sikap penyapa terhadap topik atau tema yang sedang dibicarakan. Rasa sangat bergantung kepada pribadi penyapanya. Karena itu, rasa bersifat subjektif. Misalnya, dalam komunikasi pemakai bahasa bisa memiliki perasaan gembira, sedih, mangkel, dan ragu-ragu. Nada (tone) merupakan sikap penyapa terhadap pesapa-nya. Misalnya, penyapa mempunyai sikap sinis seperti seorang guru yang mempersilakan siswanya kesiangan akan berkata:
Datangnya pagi-pagi benar, Nak?
Ujaran guru tersebut tidak mengacu ke datangnya siswa terlalu pagi‘, tetapi sebaliknya mengapa datang ke sekolah terlambat atau kesiangan.
6. Amanat Tutur
Amanat tutur merupakan maksud dan tujuan yang ingin dicapai oleh penyapa. Amanat juga adalah pesan penyapa yang sudah pesapa terima. Tujuan pembicaraan bisa bersifat informatif, interogatif, imperatif, dan vokatif. Tujuan informatif mengharapkan agar pesapa merespon dengan perhatian saja, tujuan interogatif mengharapkan agar pesapa merespons dengan jawaban, tujuan imperatif mengharapkan agar pesapa merespon dengan tindakan, dan tujuan vokatif mengharapkan agar pesapa merespon dengan perhatian. Amanat ujaran berkaitan erat dengan isi yang dikandung oleh ujaran itu. Amanat ujaran dapat diterima langsung oleh pesapa, dapat pula sebaliknya. Amanat ujaran mungkin langsung dipahami oleh pesapa mungkin tidak langsung. Dalam hal ini Sering terjadi kesalahpahaman antara penyapa dengan pesapa yang disebut miscomunication atau minsunderstanding.
2. Implikatur
Konsep implikatur pertama kali dikenalkan oleh Grice (1975) untuk memecahkan persoalan makna bahasa yang tidak dapat diselesaikan oleh teori semantik biasa. Implikatur dipakai untuk memperhitungkan apa yang dimaksud oleh penutur berbeda dari apa yang dinyatakan secara harfiah (Brown dan Yule, 1983:31).
Contoh: Di sini panas sekali bukan?.
Pada ujaran tersebut secara implisit penutur menghendaki agar mesin pendingin dihidupkan atau jendela di buka.
3. Presuposisi
George Yule (2006: 43) menyatakan bahwa praanggapan atau presupposisi adalah sesuatu yang diasumsikan oleh penutur sebagai kejadian sebelum menghasilkan suatu tuturan. Yang memiliki presuposisi adalah penutur bukan kalimat. Louise Cummings (1999: 42) menyatakan bahwa praanggapan adalah asumsi-asumsi atau inferensi-inferensi yang tersirat dalam ungkapan-ungkapan linguistik tertentu.
Dari definisi praanggapan di atas dapat disimpulkan bahwa praanggapan adalah kesimpulan atau asumsi awal penutur sebelum melakukan tuturan bahwa apa yang akan disampaikan juga dipahami oleh mitra tutur.
Contoh:
- Istri pejabat itu cantik sekali
- Mobil baru Budi sedang dicuci
Contoh (a) merupakan praduga untuk kebenaran bahwa pejabat itu mempunyai istri, sedangkan contoh (b) merupakan praduga untuk kebenaran bahwa Budi memiliki mobil baru.
4. Inferensi
Inferensi yaitu proses yang dilakukan oleh pesapa untuk memahami makna wacana yang tidak diekspresikan langsung dalam wacana. Inferensi merupakan proses yang harus dilakukan oleh pendengar atau pembicara untuk memahami maksud pembicara atau penulis. Proses pemahaman seperti itu tidak dapat dilakukan melalui pemhaman makna secara harfiah saja, melainkan harus didasari pula oleh pemahaman makna berdasarkan konteks sosial dan budaya. Inferensi kewacaan diperlukan dalam memaknai wacana yang implisit atau tidak langsung mengacu ke tujuan. Misalnya: kasus orang yang mau meminjam uang kepada tetangganya, tetapi dia tidak malu untuk berkata langsung kepada orangnya. Meskipun ujaran itu tidak langsung menuju sasaran, tetapi pesapa akan mengerti isi wacana berikut.
Sebenarnya malu. Tapi saya memaksakan diri datang ke sini. Itu tuh, anak saya sudah dua hari panasnya tidak turun-turun. Sudah dikompres, tapi tetap saja. Saya tidak tahu harus bagaimana? Entahlah..mau dibawa ke dokter, ya begitulah. Karena itu, ya, datang ke sini ini.
Syarat Wacana
Berikut ini penjabaran beberapa hal yang menjadi prasyaratan wacana, yaitu:
-
Topik
Sebuah wacana mengungkapkan satu bahasan atau gagasan. Gagasan tersebut akan diurai, membentuk serangkaian penjelasan tetapi tetap merujuk pada satu topik. Sehingga topik yang diangkat atau yang dimaksud memberikan suatu tujuan.
-
Kohesi dan Koherensi
Sebuah wacana biasanya ditata secara serasi dan ada kepaduan antara unsur yang satu dengan yang lain dalam wacana (kohesi), sehingga tercipta pengertian yang baik (koherensi).
-
Proporsional
Prosorsional yang dimaksud ialah keseimbangan dalam makna yang ingin dijabarkan dalam wacana, atau makna yang terdapat dalam wacana, ialah seimbang.
-
Tuturan
Tuturan yang dimaksud adalah pengungkapan suatu topik yang ada dalam wacana. Baik tutur tulis atau tutur lisan. tuturan kaitannya menjelaskan suatu topik yang terdapat dalam wacana dengan tetap adanya kohesi dan koherensi yang proporsional di dalamnya.
Contoh Wacana
Berikut ini terdapat 2 contoh dari wacana, yakni sebagai berikut
1. Wacana Singkat
Awas! Daerah sana rawan tanah longsor.
2. Wacana Panjang
Dijual Cepat Sebidang tanah yang sudah dipapling dengan ukuran luas tanah sekitar 5.000 meter persegi. Bagi anda ingin berminat dengan tanah tersebut bisa menghubungi kami soal harga tanah maupun lain-lainya. Terima kasih.
Demikian Penjelasan Materi Tentang Wacana Adalah: Pengertian, Pengertian Menurut Para Ahli, Macam, Ciri, Fungsi, Struktur, Unsur, Syarat dan Contoh Semoga Materinya Bermanfaat Bagi Siswa-Siswi.
The post Wacana Adalah first appeared on PAKDOSEN.CO.ID.
ARTIKEL PILIHAN PEMBACA :
Comments
Post a Comment